Memilih Untuk Tidak Mendendam
ginanelwan
Sunday, October 06, 2019
Cerita Gina
"We are born of love. Love is our mother.” Rumi
Bener juga ya, kalimat dari Rumi di atas. Seharusnya memang seperti itu. Bahwa manusia punya banyak cinta, dibanding harus menyakiti dan membenci.
Bahwa saya yang sekarang adalah saya yang pernah kecewa dan pernah patah hati. Melawan rasa kecewa dan membalut luka yang terlanjur sakit, tidaklah mudah. Butuh proses, butuh kebesaran hati untuk menerima kenyataan.
Rasa kecewa terhadap keadaan, memang ga enak. Apalagi disaat saya menerima penolakkan dan tak sesuai ekspektasi yang saya dambakan. Harapan saya, disaat saya berbuat baik ke orang lain akan kembali baik juga ke saya, tapi ternyata ga gitu.
Sedih sih, butuh waktu lama untuk kembali tertawa. Coba bayangkan, setiap kekecewaan diingat kembali, secepat itu air mata menetes. Tangisan kesedihan, yang kadang ga peduli. Ga peduli kalo lagi nyetir, ga peduli lagi depan komputer,,,tiba-tiba nangis aja. Saya juga ga mau dianggap sebagai perempuan yang cengeng, dikit-dikit nangis. Orang kecewa, pasti sedih. Kalau menangis, itu pilihan. Pilihan logis, untuk mengurai emosi.
Apalagi disaat patah hati, luar biasa sakitnya. Tubuh merespon dengan cepat, rasa sakit itu. Saya sangat jarang merasakan patah hati, karena saya sangat jarang membuka hati. Patah hati dalam perjalanan hidup saya bisa dihitung dengan jari. Beda dengan kekecewaan, yang tak terhitung banyaknya pernah saya alami.
Menyembuhkan patah hati, butuh kebesaran hati. Mengenai waktu, itu relatif. Banyak orang membutuhkan waktu yang lama, untuk menyembuhkan luka hati. Ada juga yang hanya butuh waktu yang singkat, untuk kembali bangkit. Kalau saya dibagian mana ya?
Patah hati, kecewa adalah paket komplit. Keduanya saling melengkapi. Sama dengan halnya cinta, cinta dan kesetiaan, itu juga paket komplit.
Memilih untuk memiliki cinta yang besar dibanding membenci, bagi saya merupakan anugerah. Mungkin ada orang-orang yang ga pengen ngomong tentang cinta, karena merasa "argh..cinta-cinta terus, makan tu cinta!"
Bagi saya jelas berbeda, bahwa saya lebih memilih untuk mencintai dibanding membenci. Saya merasa tenang, disaat saya memilih berada di pihak cinta.
Dan saat ini, saya memih untuk memaafkan daripada mendendam kemarahan.
Mengenai nantinya, dia datang kembali. Saya sudah memaafkan kisah di masa lalu. Saya memilih untuk tak menyimpan amarah apalagi dendam.
Karena pilihan memaafkan adalah pilihan yang berlandaskan kesadaran diri bahwa kita, manusia terlahir berbekal cinta. Dan pilihan memaafkan itu memulihkan, juga menyelamatkan jiwa. (Adjie Santosoputra)
(Terinspirasi dari artikel Adjie Santosoputra, yang secara ga sengaja terlihat pada timeline twitter saya, terima kasih mas Adjie)
Banker, Writer, founder @bicaraahati
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Semangat mbak gina hidup itu memang nggak selalu sesuai ekspektasi tapi kalau gitu nggak asyik..Marah dendam cinta maaf adalah salah satu cara yang membuat hidup jadi lebih hidup. Stay positif ya...
ReplyDeleteStay positive with Positive Vibes salah salah satunya dengan berada ditengah-tengah para Blogger seperti Mbak Dani
DeleteDan setelah bisa memaafkan sesungguhnya kita adalah seorang pemenang nya. Jadi memaafkan itu memang sebuah pilihan yang tepat, Mbak...
ReplyDeleteYah, Dalam memaafkan tidak ada pemenang dan kalah. Mengalah sebuah bentuk kedewasaan
Delete3hal yang saya yakini :
ReplyDelete1. Jangan pernah berharap pada manusia
2. Hanya meminta pada Allah SWT
3. Memaafkan berarti membebaskan
Yes! Thanks for sharing
DeleteSetuju mbal Gina, memaafkan sejatinya bermanfaat untuk kesehatan jiwa kita sendiri. Banyak cinta untukmu, Mbak....
ReplyDeleteStay happy :)
Thanks Mbak Hanila. Peluk erat dari jauh
DeleteBenar sekali Mbak Mendendam sejatinya adalah menyakiti diri kita sendiri dan tidak mau melepaskan orang yang menyakiti kita jadi ketika kita ingin terbebas dari orang yang menyakiti ya jangan mendendam itu prinsip saya
ReplyDeleteThanks for sharing mbak Anis
DeleteBetul, Mbak. Memaafkan itu lebih mnyenangkan. Saya dulu hampir nikah sama pacar saat kerja di Denpasar. Eh dia dikirim sekolah ke Jakarta, ketemu yang baru, saya ditinggal. Enggak bilang putus ga apa, pergi saja dan ga bisa dihubungi sama sekali. Setelah mencoba nyari dll, ga ada hasil, ya sudah saya maafkan, belasan tahun berikutnya dari sosial media dia pernah add saya, baru tahu ternyata kemapanan hidupnya jauh di bawah saya. Alhamdulillah karena ikhlas saya dapat ganti yang lebih baik,
ReplyDeletePetamax! Aduh mbak Dian makasih sudah Sharing ya. Muach
DeleteIya mbak, emang sulit sih yang namanya memaafkan. Tapi bukankan mendendam pun butuh tenaga ekstra? Capek euy..jadi mesti berat, yaa lebih baik memaafkan.
ReplyDeleteYup! Mendendam akan menumbuhkanb akar kepahitan dalam hidup kita
Delete