27 November saya melakukan kontrol ke Psikiater
untuk kedua kalinya, tepat dihari Rabu, setelah pulang dari kantor. Kondisi
saya pada better than kontrol yang pertama, plus gak nervous lagi disaat
bertemu dokter. Dokter datang tepat waktu, seperti biasanya. Saya merupakan
pasien nomor urut satu, yaiy..yang artinya saya gak perlu antri lama-lama.
Dokter saya ini sangat simple
sih, tegas dan gak drama. Untuk pertemuan kedua kalinya, saya menilai beliau
seperti itu. Secara yah, saya juga termasuk orang yang gak ribet, cocoklah
dipertemukan dengan dokter tersebut. Saya gak suka drama-drama, apalagi
dikasihinani. Awalnya untuk memutuskan pergi ke psikiater sangat lama saya
pertimbangkan. Yah, karena itu..saya males di drama-dramain orang lain. Ini
akibat kebanyakkan nonton movie series nih, jadi mungkin kebayang dokter di tv
sama kek dokter-dokter di kehidupan nyata. Padahal gak sama sekali, hihihi.
Disaat dalam ruangan pemeriksaan,
seperti biasanya saya dan dokter melakukan banyak aktivitas tanya jawab. Mungkin
karena umurnya jauh lebih tua dari saya, saya seperti ngobrol ama mama saya. Dokter
banyak mencatat, tapi saya gak bisa baca apa yang dia catat, karena
tulisannya..hmm tau sendiri tulisan dokter gimana. And finally saya divonis
oleh dokter mengalami Bipolar Disorder.
Apa itu Bipolar Disorder?
Bipolar Disorder adalah gangguan psikologis
atau gangguan mental yang menyangkut perubahan suasana hati yang sangat ekstrem
berupa manik (mania) dan depresi. Disaat perubahan mood tersebut, penderita
Bipolar Disorder mengalami episode, episode manik dan episode depresi. Bisa
kamu liat pada banyak source di mbah google kalau ingin lebih tau lebih banyak
lagi.
Intinya sih orang yang mengalami
Bipolar Disorder memiliki perubahan mood yang drastis, berbeda dengan orang
normal. Disaat merasa sangat antusias dan manik (mania), orang dengan Bipolar
Disorder tidak akan memiliki rasa capek dan akan terus bersemangat bahkan tidak
ada keinginan untuk tidur atau beristirahat. Namun disaat mengalami perasaan
depresi, akan mengalami rasa yang sangat down, pesimis, putus ada bahkan ingin
bunuh diri.
Untuk itu dibutuhkan seorang ahli
seperti Psikolog dan Psikiater untuk memberikan penanganan yang tepat bagi
penderita atau penyitas Bipolar Disorder. Sedikit infomasi tentang perbedaan
Psikolog dan Psikiater, dimana Psikolog menjadi sarana konsultasi bagi
penderita mental illness dan orang-orang yang mengalami gangguan psikologis. Namun
untuk memberikan resep dan obat-obatan, hanya Psikiater yang diberikan hak.
Psikiater atau Spesialis kejiwaan adalah dokter ahli kejiwaan.
Dan akhirnya selesai juga sesi
konsultasi kedua. Saya diberikan resep kembali dengan beberapa catatan. Salah satunya,
melakukan kontrol kembali berikutnya di akhir bulan desember 2019.
Oh ya, obat kali ini diberikan
sedikit berbeda dengan obat sebelumnya. Umm..lebih banyak sih, quantity
obatnya. Intinya harus habis.
Sebagai pasien BPJS hanya
diberikan 1 kali dalam sebulan untuk melakukan rawat jalan psikiater. Untuk kontrol
kembali, kamu hanya perlu membawa surat pengantar DPJP dan Fotokopi surat
rujukan dari faskes 1. Oh ya, jika disaat melakukan rawat jalan, perhatikan
masa berlaku surat rujukan, jika telah habis lakukan perpanjangan dahulu pada
faskes 1 yah.
Stigma mental illness di Indonesia
Informasi terhadap Mental illness
atau sakit mental di Indonesia masih sangat kurang, banyak yang salah paham
mengartikan penyakit ini. Stigma yang sudah ada, orang
dengan sakit mental sering disebut “orang gila”. Wow, masih banyak lho orang
yang berpikir negatif terhadap penderita mental illness.
Saya secara pribadi sangat miris
dan kasihan terhadap stigma yang berkembang di indonesia tentang mental illness
ini, mungkin memang banyak yang tidak tau dan belum teredukasi.
menceritakan pengalaman saya tentang
mental illness membuat saya gak malu, niatnya malah ingin mengedukasi. untuk kedepannya,
saya ingin menjadi volunteer atau narasumber tentang sosialisasi kesehatan
mental di Indonesia. Dengan tujuan, mengedukasi dan memberikan pemahaman sakit
apapun sama, harus diobati. “Kecuali sakit hati ditinggal pergi kekasih, itu
masalah buat loe, jangan cari gue..” hihihi.
Membaca artikel ini bikin saya pengen cek juga ke psikolog. Tapi nanti pas minta rujukan ke faskes 1, alasannya apa ya? Sedangkan keluhan saya kan kurang lebih kurang tidur, mood suka gampang naik-turun, bahkan kadang tiba-tiba nangis pas bangun tidur malam2 atau pas pagi buta.
ReplyDeletelangsung ke faskes 1 aja pak, kontrol min 2x nanti dapat rujukan ke SPKJ
ReplyDeleteYang dicari selama ini akhirnya ketemu juga, terima kasih ya kak
ReplyDeletesemoga bermanfaat dan informatif ya tulisan ini.
Deletealhamdulilah aku bisa menemukan artikel yang sesuai dengan aku...
ReplyDeleteAKu ngikutin banget cerita dikau ini Mba
ReplyDeleteSemangaaatt, semangaaatt!
Sesudah kesulitan bakal ada kemudahan
:D
Semangat Kakak. Semoga sekarang sudah baik baik saja semuanya ya. Saya tunggu part selanjutnya.
ReplyDeleteSaya membaca mundur ke belakang dulu sebelum menulis komen ini.
ReplyDeleteSetiap penyakit pasti ada obatnya.
Semangat menjalani prosesnya ya mba.
Semoga semakin membaik ya Mbak. Apalagi udah konsultasi ke dokter spesialis yang cocok dan mengerti.
ReplyDeleteI feel you Mbak. Aku bawa anakku ke psikiater karen jadi korban bully teman-temannya..
ReplyDeleteDan untuk masalah mental illness ini memang enggak bisa smeua orang peduli dan mengerti.
tetap semangat dan semoga kondisinya sudah baik ya
Banyak pasien mental illness gak menyadari dirinya sakit
ReplyDeleteSehingga ngga berobat dan menularkan "sakit" nya pada orang lain
Alhamdullilah, mbak Gina menyadari harus berobat bahkan pingin jadi volunteer untuk menyosialisasikan mental illness
Barakallah
Baru baca eh langsung ending di bagian 4 hehehe ubek-ubek dulu cari bagian 1-3. Btw tetap semangat ya mba Gina, semoga kondisinya terus membaik
ReplyDeleteMakasih udah nulis ini, Gina. Memang butuh orang yang berani bertutur tentang masalah, ketidaknyamanan, dan ketidakberesan agar orang lain bisa paham tanpa harus mengalami sendiri.
ReplyDeleteMemang masyarakat kita itu masih banyak yang kurang peduli sih dengan mental illness. Kebanyakan mengabaikan kalau ada orang yang mengeluh dan merasa membutuhkan psikolog atau psikiater. Tidak jarang bahkan yang justru menghakimi bahwa penyintas mental ilness ini hanya kurang dekat dengan Tuhan.
ReplyDeleteSemoga semakin baik ya, Mbak. Dan semoga tulisan-tulisannya menginspirasi oeang lain agar lebih aware terhadap kondisi dirinya.
Terimakasih sudah berbagi mbak..
ReplyDeleteSalut ya mbak, smg dimudahkan
Sudah part 4 aja nih postingannya. Makin ke sini kok saya jadi pengen coba-coba konsul ke psikolog juga ya? Selama ini kalau ada apa-apa ya disimpan sendiri, paling banter tuh cerita ke seorang sahabat yang emang udah dipercaya banget.
ReplyDeleteIya banget, kita di Indonesia ini masih sangat kurang kepeduliannya terhadap penyakit mental. Jangankan orang awam, yg terpelajar saja sering memandang mental illness sebagai sakit jiwa atau gila. Jadinya boro-boro kepengen bantu untuk bisa sembuh normal, yang ada malah ditutupi. Sedih banget ya.
ReplyDeleteKetika pertama kali memutuskan ke psikiater tentu hal yang gak mudah yaaa mba? Dan ketika mbak bisa sharing seperti ini, tanpa disadari ini juga salah satu terapi ke diri mbak sendiri. Salutttt! Tetap semangat mbaaa
ReplyDelete